SELAMAT DATANG

SELAMAT BERSELANCAR DI BLOG FORGEMA

Radio Suara-forGEMA

Klik Play Untuk Mendengar Radio Ende -->

Minggu, 23 Desember 2012

SINDROM KEMOSALAKIAN



Oleh: Marlin Bato,


Jakarta, 24 Desember 2012-
Akhir-akhir ini hampir sebagian wilayah Ende Lio Flores NTT kerap terjadi konflik komunal diantara petinggi-petinggi adat setempat. Konflik tersebut timbul oleh karena berbagai faktor, misalnya; Kasus tapal batas, Kasus pengklaiman kemosalakian, kasus hak kesulungan, hak alih waris dan sebagainya. Kasus yang paling menonjol akhir-akhir ini adalah kasus pengklaiman hak kemosalakian dan hak kesulungan. Potret-potret semacam ini terjadi persis seperti politik; "Devide Et Impera" yang dilancarkan Belanda era penjajahan. Rupanya politik "Devide et Impera" masih sangat relevan diterapkan di era globalisasi ini.

Sejarah masyarakat Ende Lio pada umumnya, pernah mengalami masa transisi paling fundamental dimana tahun 1900-an masuknya Hindia Belanda ke wilayah Ende Lio turut berperan secara tidak langsung mengubah tata dan sistem adat menjadi sistem pemerintahan monarki heredetis. Kendati demikian, ekses dari sistem pemerintahan monarki heredetis tentu mempunyai sisi positif yang menjadi polarisasi faktual menuju keutuhan sebuah kebudayaan. Akan tetapi, tanpa disadari, Belanda telah memainkan genderang hegemoninya melalui "Devide Et Impera" untuk mengumpulkan upeti, sehingga muncul pula konflik-konflik horisontal pada masa itu seperti halnya; terjadinya segregasi kekerabatan kultur Ende Lio melalui Perang Baranuri dan Perang Marilonga. Rupanya, setelah hengkangnya Belanda dari bumi Ende Lio pergumulan - pergumulan "Devide Et Impera" terus berlangsung hingga kini.

Ekses yang paling menonjol berkaitan dengan politik Devide Et Impera adalah munculnya kasus tapal batas dan kasus pengklaiman hak kemosalakian sebab beberapa individu (golongan) yang pernah dibesarkan oleh Belanda merasa diri paling berpengaruh sehingga mereka ingin tetap menetapkan pilar eksistensi bersifat egocentris diwilayahnya. Wajar saja, struktur fungsionaris kemosalakian yang sudah tertanam berabad-abad silam pun turut terkoyak oleh ulah mereka. Sebuah pepata Lio mengatakan; "Ana Nia Welu Longgo-Ana Longgo Welu Nia (Anak belakang ditaruh depan, sedangkan anak depan ditaruh belakang". Tak pelak, seseorang yang tadinya berada di posisi belakang merasa diri sebagai mosalaki, sementara anak yang tadinya mosalaki pun merasa di sisikan sehingga timbul pula kontradiksi diantara kedua kubu, seperti contoh kasus di kampung Ndu'a Ria beberapa waktu yang lalu.

Di sisi lain, munculnya sindrom kemosalakian bukan semata-mata disebabkan oleh karena kasus diatas, tapi karena ada kesempatan. Kesempatan dimana hilangnnya legitimasi seorang mosalaki yang dipetuankan oleh kerabatnya (klen) sendiri. Mereka lupa meletakkan jiwa kepemimpinan mereka yang sejatinya adalah sebagai pengayom dan pelindung. Munculnya figur-figur muda paternalisme (mosalaki) pengganti generasi terdahulu pun menjadi faktor utama lemahnya eksistensi mereka. Mereka kurang memahami sejarah tuturan lisan dan riwayat kemosalakian yang dimiliki, lantaran kemunculan mereka pun bersifat karbitan. Sehingga, keberadaan mereka sebagai pemimpin adat pun rancuh, bahkan kurang mendapat tempat dihati kerabatnya sendiri.

Sesunguhnya hakikat seorang mosalaki adalah; personifikasi serta manifestasi antara wujud tertinggi dengan alam/Du'a Lulu Wula - Ngga'e Wena Tana, sebab ia merupakan reinkarnasi roh para leluhur sebagai wujud nyata penyambung kemaslahatan hidup orang banyak. Oleh Karena itu, seorang mosalaki harus bisa menyatukan diri bersama kedua unsur tersebut seperti ungkapan; "Mosa Eo Ka Fara No'o Tana - Laki Eo Pesa Bela No'o Watu". Tugas dan tanggung jawab mosalaki adalah memberi penghidupan dan keselamatan bagi orang banyak melalui doa-doa perkawinan kosmic bumi dan langit yang dipanjatkan kepada wujud tertinggi agar memberikan kesuburan, hujan yang cukup. Hal inilah yang kurang dimengerti oleh kebanyakan mosalaki.

Kurangnya pemahaman mosalaki terhadap tradisi dan budaya juga merupakan nokta hitam penyebab kacaunya ritus-rius adat, dimana kebiasaan-kebiasaan masa lampau direduksi lalu lekang dibawah kaki sang waktu, sehingga alam seakan murkah dengan segala bentuk perbuatan manusia. Tidak heran, sindrom kemosalakian bermunculan dimana-mana oleh kekuatan materi, karena sang mosalaki sendiri pun tak sanggup menjamin penghidupan orang banyak. Satu-satunya jalan yang paling sempurna untuk mengatasi ini semua adalah menggalang kekuatan penyeimbang, meretas lintas batas dalam satu paguyuban untuk mengembalikan legitimasi serta bargaining position sang mosalaki itu sendiri.

Sabtu, 22 Desember 2012

SEWA KONTRAK KURSI ENDE 1 & DPRD UNTUK 5 TAHUN



Oleh: Marlin Bato
Penulis adalah pemerhati dusun terpencil



Jakarta, 23 Desember 2012,
Wajah Ende, kian suram oleh kedigdayaan segelintir orang yang ingin mempertahankan hegemoninya. Betapa tidak, Ende yang dahulu sangat bersahaja kini sirna oleh kaum-kaum hedonis, yang hanya ingin memperkaya diri. Akibatnya, wajah Ende kini hampir tanpa bentuk, tanpa arah dan tujuan yang jelas, sehingga belenggu kemiskinan kian erat mengekal. Pertarungan politik lokal yang kurang sehat dan harmonis menjadi pemicu utama terjadinya sebuah sindrom kemelaratan kaum jelata.

Ibarat sebuah pepata; "Gajah Bertarung, Pelanduk Mati Di Tengah". Kalimat itulah yang sangat cocok untuk menyebut kehidupan masyarakat dan panasnya iklim politik Ende saat ini. Meskipun pilkada Ende masih terbilang jauh, namun friksi dan kontradiksi diantara setiap kubu dibawah kendali gerbong parpol sudah sangat nampak. Bahkan saling menyudutkan satu sama lain, sembari membeberkan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak. Sungguh ironis, jika para stakeholder mempertontonkan perilaku politik yang kurang santun kepada kaum mudanya sendiri.

Berkaca dari potret saat ini, terjadinya stagnasi kemajuan Ende, mestinya harus dijadikan acuan untuk menyamakan persepsi, visi, misi dan program setiap kontestasi yang akan maju sebagai wakil rakyat sehingga kebutuhan-kebutuhan rakyat akan terjawab dengan baik. Semua pihak harus duduk bersama, rembuk bersama, bagaimana mendorong pemerintah untuk bekerja secara maksimal kendati harus mengakomodir kepentingan semua pihak terkait. Hal ini yang tidak dilakukan petinggi-petinggi Ende saat ini. Tongkat estafet dan tampuk kepemimpinan pun dilanjutkan dengan cara yang berbeda sehingga ada kecenderungan, proses pergantian pemimpin pun lenyap bersama visi, misi dan program yang telah dicanangkan selama lima (5) tahun.

Jika sistem politik dan pemerintahan yang tidak bersifat estafet "The Main Relay Idea - Master Plan", sudah tentu akan terjadi stagnasi kemajuan disegala aspek kehidupan masyarakat Ende. Sadar atau tidak "tongkat estafet" itu harus diberikan secara sistematis, sehingga alur pembangunan disegala sektor pun akan tersentuh dengan baik. Dalam kacamata penulis, wajah Ende saat ini, tak ubahnya seperti sebuah adagium Raja Luis dari Spanyol yaitu; "Negara Adalah Aku", yang jika disederhanakan lagi menjadi "Ende Adalah Aku". Bermula dari adagium inilah yang membuat Raja Luis menjadi pongah dan dibenci rakyatnya, karena ia merasa dirinya paling kuat dari kekuatan rakyatnya sendiri.

Melihat fenomena-fenomena tersebut diatas, penulis beranggapan bahwa ada baiknya "Kursi Ende 1 dan Kursi Dewan-Dewan terhormat disewakontrakan kepada pemikir-pemikir ulung yang berdomisili diluar Ende dengan ide-ide besar serta nalarisasi yang segar, agar pembangunan Kab. Ende murni untuk kemaslahatan rakyat tanpa embel-embel untuk memperkaya diri.

Karena itu, dalam kesempatan ini penulis mencoba mempropagandakan - Sewa Kontrak Kursi Ende 1 & DPRD Ende buat para pencari kursi empuk yang berdomisili di luar Ende dengan harga relatif murah dan terjangkau dalam jangkah 5 tahun. Setiap peserta dapat memperoleh banyak perbandingan sebelum menyewa kursi tersebut. Cara ini merupakan media info ini cukup efektif sebab terdapat banyak kejanggalan-kejanggalan dengan wajah Ende saat ini. Propaganda ini, menjadi kewajiban penulis untuk mengubah Ende secara perlahan, masif namun terencana. "Daya Hening Upaya Juang". Salam Embun!!!

Sabtu, 15 Desember 2012

KILAS BALIK NEGARA INDONESIA TIMUR


Gambar 1: Bendera NIT
Gambar 2: Presiden Soekowati bersama istri
Oleh: Marlin Bato

"Tepat 66 tahun yang lalu, telah terjadi muktamar luar biasa oleh raja-raja se-Indonesia Timur di Denpasar pada tanggal 07 - 24 Desember 1946 yang menghasilkan kesepakatan untuk membentuk NIT (Negara Indonesia Timur). Setelah menghasilkan kesepakatan, bendera "Negara Indonesia Timur" pun dikibarkan".

Negara Indonesia Timur merupakan negara bagian Republik Indonesia Serikat yang pada masa itu dibentuk atas dukungan Belanda dengan batas demografi meliputi wilayah Sulawesi, Sunda Kecil [Bali dan Nusa Tenggara] dan Kepulauan Maluku. Ibukota Negara Indonesia Timur adalah Singaraja. Negara Indonesia Timur dibentuk berdasarkan Konferensi Malino pada tanggal 16-22 Juli 1946 dan muktamar Denpasar dari tanggal 7-24 Desember 1946 yang bertujuan untuk membahas gagasan berdirinya negara bagian tersendiri di wilayah Indonesia bagian timur oleh Belanda.

Pada mulanya, sesuai Konferensi Denpasar 24 Desember 1946, negara yang baru dibentuk tersebut di beri nama "Negara Timur Besar", namun kemudian pada tanggal 27 Desember 1946 diganti dengan nama Negara Indonesia Timur. Muktamar tersebut juga telah menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa Negara Indonesia Timur meliputi 13 daerah otonom setingkat Kabupaten (affdeeling) dengan 5 kota keresidenan setingkat provinsi seperti termaktub dalam Staatsblad 1938 nomor 68 jo Staatsblad nomor 264, kecuali Irian Barat, yang akan ditetapkan kemudian hari:

1.Daerah Sulawesi Selatan
2. Daerah Minahassa
3. Daerah Kepulauan Sangihe dan Talaud
4. Daerah Sulawesi Utara
5. Daerah Sulawesi Tengah
6. Daerah Bali
7. Daerah Lombok
8. Daerah Sumbawa
9. Daerah Flores
10. Daerah Sumba
11. Daerah Timor dan kepulauan
12. Daerah Maluku Selatan
13. Daerah Maluku Utara

1. Karesidenan Sulawesi Selatan
2. Karesidenan Sulawesi Utara
3. Karesidenan Bali
4. Karesidenan Lombok
5. Karesidenan Maluku

Pada waktu itu, atas hegemoni Belanda, Negara Indonesia Timur didirikan untuk menyaingi dan memaksa Republik Indonesia untuk menerima bentuk negara federasi; dengan tujuan mengecilkan wilayah Republik Indonesia sehingga hanya menjadi salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat. Namun akhirnya Negara Indonesia Timur bubar dan semua wilayahnya melebur ke dalam Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950 setelah terjadi kesepakatan antar raja-raja dan lintas tokoh nusantara di Jogja.

Presiden
24 Des 1946 - 17 Agu 1950 - Tjokorda Gde Raka Soekawati,


Kabinet dan Perdana Menteri

- 13 Jan 1947 - 02 Jun 1947 - Nadjamoedin Daeng Malewa - Kabinet Pertama
- 02 Jun 1947 - 11 Okt 1947 - Nadjamoedin Daeng Malewa - Kabinet Kedua
- 11 Okt 1947 - 15 Des 1947 - Kabinet Warouw
- 15 Des 1947 - 12 Jan 1949 - Ide Anak Agung Gde Agung - Kabinet Pertama
- 12 Jan 1949 - 27 Des 1949 - Ide Anak Agung Gde Agung - Kabinet Kedua
- 27 Des 1949 - 14 Mar 1950 - Kabinet J.E. Tatengkeng
- 14 Mar 1950 - 10 Mei 1950 - Kabinet D. P. Diapari
- 10 Mei 1950 - 17 Agu 1950 - Kabinet J. Poetoehena

Peristiwa-peristiwa penting

- 27 Mei 1947 - Pengunduran diri ketua DPRS Tadjoeddin Noer
- 3 Des 1947 - DPRS mengirim misi persaudaraan ke Republik Indonesia di Yogyakarta
- 30 Des 1947 - Pihak oposisi mendirikan Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (GAPKI) di Makasar, dipimpin oleh A. Mononutu
- 22 Jan 1948 - RI mengakui NIT sebagai negara bagian dari RIS yang akan dibentuk
- 18 Feb 1948 - Misi persaudaraan dari GAPKI tiba di Yogyakarta
- Okt 1948 - RI mengirim misi persaudaraan ke NIT yang diketuai Mr.Sartono
- Des 1948 - Kabinet NIT memprotes keras Agresi Militer II ke wilayah RI
- 6 Feb 1949 - PM Ide Anak Agung Gde Agung selaku penghubung BFO menemui Wapres Bung Hatta yang ditawan Belanda di Bangka.

Sumber,
> Buku, Ringkikan sandelwood dan harumnya cendana
^ (Indonesia) Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia, Jurnal sejarah: pemikiran, rekonstruksi, persepsi, Yayasan Obor Indonesia, ISSN 1858-2117
^ Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Edisi Kedua dengan EYD, 1977, hal.586, ISBN 978-979-413-522-8
^ Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Edisi Kedua dengan EYD, 1977, hal.587, ISBN 978-979-413-522-8

Senin, 10 Desember 2012

"RIA RAGO PAHLAWAN DARI LEMBAH NDONA"

Sinopsis Film:

Foto ini adalah Foto asli Ria Rago yang di ambil oleh Pater. P. Beltjens, SVD tahun 1930, sumber museum Trophen Belanda

Oleh: Marlin Bato
Jakarta, 09 Desember 2012

Produksi "Soverdi" Ende tahun 1930


Judul asli film ini dari bahasa Belanda yaitu "Ria Rago De Heldin Dan Het Ndona-Dal". Ria Rago adalah sebuah film drama dokumenter yang di produksi tahun 1930 di Ndona Ende Flores NTT. Film ini disutradarai oleh P. Simon Buis, SVD bekerja sama dengan P. P Beltjens, SVD misionaris Belanda yang kala itu bertugas di lingkup pastoral Ndona Ende. Secara historis film ini mengisahkan romantisme dan kecintaan seorang pria tua yang kaya raya kepada seorang gadis desa nan rupawan. Meski digarap oleh P. Simon Buis dan P. P Beltjens SVD, film ini tetap melibatkan aktris dan aktor dari masyarakat lokal Ende Lio serta pemeran pendukung dari susteran Ndona.

Nama-nama tokoh dalam film ini terdiri atas:

1. Ria Rago - Pemeran utama wanita pemberani yang menjadi korban perjodohan
2. Rago Da`Oe - Ayah kandung Ria sang penganut feodalisme yang serakah
3. Enga Padi - Ibunda Ria yang terjerumus dalam pemikiran sempit suaminya
4. Dapo Doki - Lelaki yang menggebuh-gebuh ingin mempersunting Ria
5. Haji Dasa - Sang negosiator (juru bicara/comblang)
6. Martinus Koenoe - Katekis/misionaris
7. LE Dr. J.M Kanoo - Dokter

Film ini diangkat dari kisah nyata, sebagaimana yang terjadi di sekitar masyarakat lokal dalam kurun waktu tahun 1923. Alkisah film ini bermula dari kedatangan Haji Dasa sang negosiator (juru bicara) kepada Rago Da`Oe untuk menyampaikan pesan dari dari Dapo Doki yang ingin meminang Ria sebagai istri sebagaimana kebiasaan-kebiasaan menurut tradisi masyarakat lokal. Singkat cerita, setelah mendapat restu dari Rago Da'Oe, Dapo Doki pun langsung menyerahkan puluhan ekor hewan sebagai mahar/belis untuk kedua orang tua Ria. Petaka pun mulai menghampiri Ria, sang gadis nan cantik jelita dari lembah Ndona.

Klimaks dari kisah ini, Rago Da'Oe ayahanda Ria pun mengatur pernikahan puterinya dengan Dapo Doki, seorang Muslim. Namun dengan tegas ia menolak pinangan Dapo juragan kaya dari kampung tetangga. Sejak saat itu, penyiksaan terhadap dirinya datang silih berganti, baik dari kedua orang tuanya maupun dari orang-orang suruhan Dapo. Pemukulan demi pemukulan pun datang bertubi-tubi, hingga akhirnya ia melarikan diri mencari suaka ke susteran misi yang menawarkan tempat aman baginya. Akan tetapi ayah dan kroni-kroninya berhasil menemukannya. Bagaimanapun, ia harus dibawa kembali ke desa karena ayahnya terlanjur menerima mahar yang cukup besar dari Dapo.

Setelah berbulan-bulan mengalami penyiksaan, Ria tetap tidak menyerah. Lagi-lagi ia dapat meloloskan diri dari penyiksaan tragis dan kembali ke bangsal susteran misi. Namun, ketika ia baru menjejakkan kakinya di teras bangsal, tiba-tiba saja dia ambruk. Tubuhnya rapuh lagi sekarat, wajahnya yang dulu putih cantik, ceria dengan rambut yang panjang terurai dalam sekejap suram dan redup, tak tampak aura kebeningan melintas dimatanya, ia tak sanggup lagi menahan beban penyiksaan. Nyawanya tak dapat tertolong. Kontan saja para suster mengutus orang untuk menjemput kedua orang tua beserta sanak saudaranya untuk menyaksikan betapa sadisnya perbuatan mereka terhadap puterinya. Namun meski di ambang kematian, pahlawan dari lembah Ndona ini meminta para suster dan kedua orang tuanya untuk melakukan upacara terakhir yaitu "menerima sakramen minyak suci". Seketika ayah Ria memutuskan untuk membatalkan pernikahan dan mengembalikan mahar kepada Dapo, namun semua sudah terlambat, penyesalan pun tak berarti lagi. Di akhir kisah, meski di ranjang kematiannya Ria pun mengampuni kedua orang tuanya.

Kisah ini, mengingatkan kita pada legenda Siti Nurbaya dan Datuk Maringgi dari pulau Sumatera. Secara substantif, ada kemiripan dari kisah ini meski ada perbedaan locus serta nama dan ketokohan. Karena itu, perjuangan Ria Rago, Siti Nurbaya dapat pula disandingkan dengan Cut Nyak Dien dari Aceh, RA. Kartini dari Jawa, Martha Christina Tiahahu dari Ambon dan lain sebagainya tentu saja ini suatu perjuangan yang sangat berarti bagi persamaan jender serta persamaan hak dengan kaum pria yang cenderung mendominasi di seluruh lini kehidupan. Sehingga lewat kisah-kisah seperti inilah tiap-tiap insan dapat memahami makna "Emansipasi Wanita".

Terimakasih, semoga bermanfaat. Salam Embun!!

Jumat, 07 Desember 2012

Resensi Buku; "TIMOR-TIMUR THE UNTOLD STORY"

Oleh: Marlin Bato
Jakarta, 06/12/2012


Seorang intelektual muda Tim-tim, Florenscio Mario Vieira mengemukakan; Barometer pelanggaran HAM di Timtim semestinya diletakkan pada situasi masa lalu ketika Indonesia-dengan dukungan luar negeri (baca: Amerika) - masuk ke Timitim. Seandainya Menlu AS Henry Kissinger tidak mampir ke Jakarta dan bertemu presiden Soeharto, mungkin saja Indonesia tidak secepat itu menerjunkan pasukan gabungan ke Dili. Ini yang ingin saya tekankan berulang-ulang pada berbagai pihak, terutama pihak asing yang getol menuding Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Timtim. Kurang fair menggunakan barometer pascaperang dingin (dan setelah referendum) untuk menyudutkan Indonesia, sementara pihak-pihak yang mendukung Indonesia masuk Timtim terkesan "cuci tangan".

Buku "Timor-Timur The Untold Story", buah karya Kiki Syahnarki mantan panglima Kodam IX/Udayana ini mengisahkan banyak peristiwa-peristiwa geopolitik yang mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia masa lalu terhadap Timor-timur. Fakta kebenaran di pihak Indonesia terutama TNI sangat jarang dipublikasi oleh media. Dalam kondisi dunia yang pada tahun 1975 masih diliputi perang dingin, terbentuknya satu negara di Timor menimbulkan kekhawatiran Amerika yang amat berkepentingan bahwa terpelihara kebebasan bergerak untuk kekuatan militernya, terutama bagi angkatan lautnya yang perlu bebas bergerak bolak-balik samudra pasifik - samudra hindia. Satu negara di Timor - Timur (sekarang Timor Leste) tidak mustahil meminta bantuan kepada Uni Soviet atau Republik Rakyat Cina untuk dapat melakukan pembangunan dan memperkuat dirinya dan hampir pasti hal itu disambut baik oleh Uni Soviet yang saat itu masih kuat posisinya. Hal ini, menjadi acuan sehingga Amerika berperan sangat strategis dan meminta bantuan Indonesia untuk menguasai Timor-Timur.

Timor-Timur The Untold Story, menguraikan secara detail kisah heroik bermula dari Revolusi Bunga di Portugal 25 April tahun 1974, yang digerakkan oleh perwira muda revolusioner-progresif yang melawan diktator Admiral Americo Thomas, Presiden Portugal kala itu. Dampak revolusi tersebut bergema di seantero Portugal dan menebarkan riak-riak hebat di berbagai koloninya termasuk Timor Portugis (Timtim). Singkat cerita pecalah konflik fisik antara UDT (Asociacao Democratica Timorense) dengan Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) ketika UDT mengadakan Movimento Revolucionario Anti-Comunista di bawah pimpinan Joao Viegas Carrascalao Komandan Operational MRAC.

Secara umum, buku setebal 436 ini mengupas tuntas berbagai fenomena dan peristiwa berdarah melalui jejak perjuangan Kiki Syahnarki selama di Timtim diantaranya;
- Penangkapan penyelundup cendana, Hal. 33
- Peristiwa Motaain 14 September 1975, Hal. 46
- Tawanan Portugis, Hal. 54
- Yonif 743 merebut Tilomar, Hal. 59
- Roman di perbatasan, Hal. 63
- Operasi Kikis, Hal. 73
- Pengepungan gunung Mamalau, Hal. 86
- Pertempuran pertama di Nunira Complex, Hal. 124
- Pengepungan gunung Builo, Hal. 136
- Lafaek dan peristiwa Dilor, Hal. 145
- Pertempuran terakhir sebelum "Pull Out", Hal. 150
- Peristiwa penodaan "Hostia" di Remexio, Hal. 174
- Peristiwa Gariana dan Dewan Kehormatan Perwira, Hal. 189
- Selisih paham dengan Prabowo Subianto, Hal. 192
- Perintah mendadak (mengenai jajak pendapat tahun 1999), Hal. 211
- Kecurangan Unamet, Hal. 222
- Masuknya pasukan multinasional (Interfect), Hal. 230
- Konvoi terakhir Batalyon 745, Hal. 249
- Tewasnya wartawan Sander Roberts Thoenes, Hal. 252
- Menghadapi kelompok prokemerdekaan, Hal. 258
- Kunjungan Megawati dan penyerahan senjata yang ricuh, Hal. 283
- Tertembaknya prajurit Manning di Selandia Baru, Hal. 290
- Terbunuhnya tiga personel UNHCR, Hal. 295
- Konflik dengan Dubes AS Robert Gerbalt, Hal. 313
- Banjir di Belu selatan, Hal. 320
- Tuduhan pelanggaran HAM yang membabi buta, Hal. 357
- Cap "Master Of Terrors" yang tendensius, Hal. 359
- Pertemuan terakhir Hal. 398

Lepasnya Timor-Timur menyisahkan banyak sejarah perjuangan dengan tetes darah, air mata dan nyawa yang dikorbankan oleh putera-puteri terbaik Indonesia. Tidak kurang dari 3000 prajurit tewas di medan tempur dalam operasi seroja. Namun, meski darah sudah ditumpahkan, semuanya hanya tinggal kenangan dalam bayang-bayang semu. Sejarah yang sudah tertulis, tetaplah sejarah yang patut dikenang sepanjang masa.

Dari rangkaian cerita dalam buku ini, dapat disimpulkan bahwa keutuhan kedaulatan teritorial suatu negara yang merdeka adalah sangat tergantung dari perang informasi, peranan media asing maupun media lokal, situasi global, kekuatan intelijen serta peta kekuatan geopolitk yang sewaktu-waktu ibarat bom yang dapat merusak seluruh tatanan kedaulatan jika eksistensi hegemoni asing kian berurat akar pada seluruh persendihan hidup. Karena itu, lobi-lobi politik luar negeri berada pada posisi sangat strategis dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Lebih dari semua itu, kunci yang paling sentral untuk mempertahankan krusial kedaulatan suatu negara adalah mengakrabi "gress root" dan meraih simpati kaum jelata kiri.

Salam Embun!

Jumat, 30 November 2012

PERBURUAN 10 JEJAK BUNG KARNO DI ENDE



Oleh: Marlin Bato
Jakarta, 29 November 2012



"Gaja mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan nama", begitulah hakikat peribahasa tua yang pantas disandang Bung Karno.


Pagi itu, Kamis, 22 November 2012 suasana kota Ende begitu sejuk. Sejak pukul 06.00 Wita simpul-simpul kehidupan masyarakat Ende mulai kembali bergeliat, denyut dan nafas pun perlahan berdegub kencang. Seperti biasa setiap insan melakukan ritual pagi dengan rutinitas yang sudah dilakoni sehari-hari. Ada hal paling menarik dari kota ini. Ende berkembang begitu pesat. Sejak reformasi bergulir, perlahan Ende terus memetamorfosikan diri beradaptasi dengan era globalisasi. Tak pelak, sejumlah hotel dan penginapan, pusat perbelanjaan, serta pasar-pasar tradisonal terus berdenyut memutar roda perekonomian masyarakat Ende.Tampak pula Hotel Grand Wisata yang sudah masuk taraf hotel nasional dengan menyandang predikat bintang tiga. Tidak heran, hotel ini selalu ramai dikunjungi oleh pejabat pusat maupun daerah. Disitulah saya bersama tim survei dari Jakarta menghabiskan waktu seminggu untuk menelusuri sepuluh jejak-jejak Bung Karno yang ada di Ende. Target kami adalah menelusuri kesepuluh tempat-tempat yang pernah di jejaki Bung Karno selama di Ende, diantaranya;


1. Pelabuhan

2. Pos Militer
3. Rumah Pengasingan Bung Karno
4. Taman Rendo,
5. Masjid Ar-Rabitah
6. Katedral
7. Gedung Pertunjukan Imacullata
8. Rumah Pastoran
9. Hotel/Tokoh
10. Makan Ibu Amsi

Pagi itu, tepat pukul 08:00 Wita tim ekspedisi mendatangi kantor bupati Ende di Jl. Eltari, membawah misi khusus berkaitan dengan "Master Plan Kawasan Bersejarah Bung Karno di Ende". Karena itu kehadiran kami disana adalah untuk menyampaikan sekaligus memberikan surat undangan resmi dalam acara rapat pembahasan dan workshop diseminasi draft master plan kawasan bersejarah Bung Karno di Ende. Namun, sesampainya disana kami mendapati seluruh staff beserta bupati sedang melaksanakan apel bendera. Akhirnya kami harus menunggu beberapa saat hingga apel tuntas. Tak lama berselang, upacara apel pagi telah selesai dan kami pun merangsek masuk ke kantor bupati untuk menemui beliau. Akan tetapi lagi-lagi kami harus berbalik arah karena pagi itu bupati mendadak rapat diluar kantor bersama beberapa kepala dinas. Sehingga kami pun harus memutuskan untuk kembali pukul 10.00 pagi.


Selisi waktu dua jam, kami pun memanfaatkannya untuk mendatangi beberapa tokoh dan pelaku sejarah berkaitan dengan Bung Karno. Rumah alm. H. Abdullah Ambuwaru pertama kali kami kunjungi untuk menyampaikan undangan sekaligus menggali sedikit informasi tentang Bung Karno. H. Abdullah Ambuwaru adalah pemilik rumah Bung Karno di jalan perwira ketika diasingkan di Ende. Selepas itu, kami langsung menuju makam ibu Amsi mertua Bung Karno untuk sekedar memotret. Dari makam ibu Amsi, kami bergegas menuju ke Universitas Flores untuk memberikan undangan kepada Rektor. Prof. Stefanus Djawa Nai asal Nagekeo sebagai pembicara.


Lika-liku terus kami tempu dalam tempo kurang dari dua jam. Tak hanya itu, sekolah menengah atas (SMA) Ndao juga kami hampiri untuk menemui saudari
Maria Marietta Bali Larasati dosen Universitas Flores, juga untuk menyerahkan undangan resmi. Dari Ndao, kami menuju masjid Ar-Rabitah yang terletak di jalan Ikan Duyung Ende Selatan untuk memotret. Di masjid tersebut kami menemui seorang wanita perwakilan remaja mesjid yang mengaku keturunan langsung dari raja Indradewa.

Dari beliau, kami memperoleh penuturan bahwa masjid tersebut didirikan tahun 1700-an (abad 18). Masjid inilah yang kerap didatangi Bung Karno untuk melaksanakan shalat ketika beliau diasingkan di Ende. Sampai dengan saat ini, masjid tersebut telah mengalami beberapa kali renovasi, terakhir renovasi dilakukan tahun 1990.


Tidak terasa, waktu sudah menunjukan hampir pukul 10.00 wita. Kami pun memutuskan untuk kembali ke kantor bupati untuk menemui beliau. Sesampainya disana kami mendapati bupati sedang kedatangan tamu NTT 2, Esthon Foenay. Akhirnya kami disarankan oleh sekretaris pribadi ibu Mia Mbata untuk menunggu sejenak di ruang ajudan. 10 menit berselang muncul pula dua mosalaki yang akan menemui bupati, untuk mengadukan kasus sabotase tapal batas.


Beberapa menit kemudian tim kami dipersilahkan menemui bupati. Setelah menggambarkan maksud kedatangan kami, sang bupati pun dengan sangat bersemangat langsung memerintahkan ajudannya agar turun ke titik-titik lokasi bersama beliau sendiri. Sigap!! Sekitar 10 menit kemudian kami sudah tiba di lapangan perse Ende. Beliau langsung menggambarkan secara detail jejak-jejak Bung Karno selama di Ende. Beliau seperti memahami betul seluruh urat nadi kota Ende bahkan setiap jengkal tanah dan setiap batu pijakan. Rupanya api pancasila telah berkobar begitu lama di tempat ini. Seperti ungkapan Bung Karno; "Disinilah, Dibawah Pohon Sukun Itulah, Aku Menemukan Lima Butir Mutiara". Kutipan ini adalah pidato Bung Karno ketika beliau mengunjungi Ende tahun 1950.


Setelah kurang lebih 20 menit bersafari bersama bupati Ende Drs. Don Bosco Wangge M.Si, kami pun melanjutkan petualangan kami menuju rumah ibu Mahani Sarimin. Menurut informasi, ibu Mahani ini mengetahui betul aktfitas Bung Karno selama di Ende. Dari beliau kami banyak mendapatkan informasi yang berharga. Usia ibu Mahani sekarang sudah beranjak 95 tahun. Usia yang sudah sangat rentah untuk orang-orang sebayanya. Uniknya ketika berbicara tentang Bung Karno, dia harus memangku foto Bung Karno agar ingatan-ingatan tentang Bung Karno dapat kembali merekah di benaknya.


Beliau mengisahkan, ketika di tahun 1950 Bung Karno mengunjungi Ende untuk pertama kalinya sejak menjadi Presiden. Bung Karno menemui bapak H. Abdullah Ambuwaru pemilik rumah yang ditempati Bung Karno pada masa pengasingan dan meminta rumah tersebut dijadikan museum.


Di lain pihak, ketika kami menyambangi gereja katedral Ende, disana kami menemui romo Perno sedang melaksanakan ritual misa pemberkatan umat gerejanya. Dari beliau kami mendapatkan banyak informasi tentang bung Karno. Romo Perno menjelaskan bawah; Dulu, pada masa-masa pengasingan, Bung Karno sangat dekat dengan pater Huijtink dan pater Bouman berkebangsan Belanda sehingga dikabarkan bahwa pater Huijtink sudah meramalkan Bung Karno akan menjadi pemimpin besar. Beliau menuturkan; Suatu waktu, pater Huijtink memutuskan untuk berjalan disamping kiri Bung Karno. Bung Karno di kanan beliau. Bung Karno langsung protes, katanya; "Pater harus di kanan". Namun pater Huijtink menjawab dalam nada yang agak meramal, "Tidak, Soekarno, Presiden Indonesia, di kanan".



Nantikan artikel saya selanjutnya tentang,

-"Napak Tilas Bung Karno Di NOL Kilometer Flores"
- "Syndrom Kemosalakian"


Terimakasih, semoga bermanfaat.

Salam Embun!!!!

Kamis, 29 November 2012

MENELISIK KASUS NDU'A RIA


Jakarta, 30 November 2012
Oleh, Marlin Bato
 
-Saya masih ingat betul, pada hari kamis 22 november lalu sy ke kantor bupati Ende utk urusan lain. Ketika kami sedang menunggu sang bupati, tidak lama berselang muncul pula dua org mengenakan ragi + luka lesu yang mengaku diri "Mosalaki". Mereka ditemani keluarga berjumlah sekitar 7 orang. Nah... menariknya lagi ada anak muda (Sy lupa namanya) dari Jakarta yg mengaku kenal sy, dan memang sy juga mengenal anak muda tersebut ikut mendampingi org tua mereka.

Saya jadi penasaran, lantaran pagi-pagi sekitar jam 10 mereka sudah ada di kantor bupati. Setelah ditelusuri ternyata kehadiran mereka mau menghadap bupati untuk melaporkan hal ihkwal kejadian Sabotase batas wilayah dan sabotase pengklaiman status kemosalakian. Lalu sebagai putera dari keturunan mosalaki di wilayah watuneso, saya menggambarkan kepada mereka bahwa; "Status kemosalakian itu tidak serta merta diperoleh secara mudah melainkan melalui jejak sejarah perjuangan nenek moyang terdahulu". Artinya jika bapak-bapak yang hadir disini merasa keturunan mosalaki dan mengerti betul riwayat sejarah kemosalakian; menurut pandangan saya itu sudah sangat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.


Catatan:


Memang akhir-akhir ini banyak orang di wilayah Lio merasa tuan diatas segala tanah dan melegitimasi diri sebagai mosalaki, namun esensinya tidak jelas dari mana asal muasal tanah tersebut, dan dari mana status kemosalakiannya. Uniknya, pemerintah daerah seakan bertekuk lutut dan tidak sanggup mengatasi persoalan yang rumit tersebut. Pada hal kasus ini sangat mudah diselesaikan jika pemerintah menelisik kembali kepada sejarah tanah dan status kemosalakian berdasarkan strata sosial.


Saya menilai, bahwa memang ada upaya segelintir orang yang merasa mitra pemerintah yang kemudian melakukan sabotase dan pengklaiman sepihak tanpa menyelami kearifan lokal Lio. Tentu ini ada misi terselubung yaitu mengacaubalaukan sistem pemerintahan adat demi melanggengkan tujuan-tujuan tertentu misalnya; Menggolkan niat pemerintah pusat maupun daerah atau investor untuk memperlemah kekuatan struktural adat secara masif sehingga pemerintah dan investor secara bebas berinvestasi tanpa mengacu pada aturan-aturan adat.


Hati-hati,

jika anda merasa pemuka-pemuka adat, harus cermat melihat fenomena-fenomena yang terjadi disekitar anda. Sudah saatnya anda sebagai pemuka-pemuka adat (mosalaki) bergandeng tangan meleburkan diri dalam satu wadah agar saling memperkuat diri antara yang satu dengan yang lain.

Terimakasih

Salam Embun,,,,,,,,,,!!!

Senin, 12 November 2012

AMBISI DAN MIMPIMU ADALAH SAMUDRA

"Aku peringatkan kalian terhadap kata 'nanti', karena kata ini telah banyak menjebak para pelaku untuk terhalang dari kebaikan dan menunda-nunda proses perbaikan diri" - Ulama

Selamat pagi, sahabat-sahabatku yang tegar dan berani...

Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan jika kita tidak memulainya sekarang dan hanya menunggu.

Curahkanlah seluruh tenaga dan pikiran untuk melakukan pekerjaan dan kesempatan yang bisa dilakukan saat ini.

Lakukanlah tugas sebaik-baiknya selama kita memiliki waktu. Jangan membiarkan waktu berlalu, dan sia-sia.

Ambisi dan mimpimu adalah samudra. Meski kadang terjadi pasang surut, tapi takkan pernah surut airnya.

Oleh sebab itu, bersemangatlah selalu, meski perkerjaannya sekecil apapun. Jangan pernah menunda-nunda apa yang bisa dilakukan hari ini.

Ingatlah, engkau insan manusia yang luar biasa! Hindari selalu menunggu motivasi untuk bergerak, tetapi bergeraklah sekarang juga, dan dirimu akan termotivasi dengan sendirinya!

Setiap insan manusia dilahirkan luar biasa. Kita semua sebenarnya diberi kemampuan dan potensi yang besar dan hebat.

Oleh sebab itu, kembangkanlah setiap potensi yang ada semaksimal mungkin, dan gunakan dengan tepat, agar bermanfaat bagi sebanyak umat.

////////////////////////////////////////

The Lectern Generation Ende Of Younger (Forum Generasi Ende Muda)

1. Tim Pemain Sepak Bola Forgema Football Club sedang berpose bersama penari Forgema pada turnamen Ngada Cup VII



2.  Agatha berada di posisi kiri belakang, dan posisi kanan belakang ditempati oleh Fhelisia. Sementara Ira di posisi kiri depan, dan Susan di kanan depan. Semuanya penari Forgema yang sangat bertalenta. Salam manis untuk kalian semua, semanis senyum kalian semua yang sudah menghibur penonton Turnamen Ngada Cup VII di Stadion Atang Sutresna Kopassus Jakarta Timur.



3. Para pemain musik tradisional khas Ende Lio. Peniup suling Adolphus Reku, penabuh gendang yang berposisi duduk adalah Yonas, Levi Padalulu penabuh gendang yang sedang serius menatap tribun. Sementara Andy sedang penatap cameraman. Paling pojok adalah Ketua Forgema Wiro Bowa.




4. Musisi tradisional Forgema sedang mengiring penari dan menghibur penonton turnamen sepak bola Ngada Cup VII


5. Srikandi-srikandi Forgema sedang menari Wanda Pa'u


6. Supporter Forgema sedang berada di tribun


7. Supporter Forgema sedang berada di tribun


 8. Para Srikandi dan ksatria Forgema


9. Supporter Forgema


10. Mey Patty, salah satu official tim Forgema FC sedang euforia di Tribun.

Minggu, 11 November 2012

JEJAK SEJARAH ENDE PILOT MODEL HIDUP TOLERANSI INDONESIA

Jakarta, 12/11/2012
Oleh: Marlin Bato



"Saya bangga menjadi orang Ende". Kira-kira begitulah sekelumit perbincangan hangat sejumlah mahasiswa Ende di Jakarta yang bergabung dalam organisasi "Forum Generasi Ende Muda Jakarta (FORGEMA)". Sabtu, 10 november 2012 lalu mereka di undang hadir dalam acara "Focus Group Discussion Diseminasi Draft Master Plan Kawasan Bersejarah Bung Karno Di Ende" di hotel Ibiis Arcadia Jl. KH. Wahid Hasyim Jakarta Pusat yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan & Kebudayaan. Kebanggaan anak-anak muda Ende ini bukan tanpa dasar. Mereka sangat bersemangat ketika mendengar paparan dari sejumlah pakar arkeolog, akademisi serta  budayawan.

Dalam diskusi pendapat, Taufik Rahman seorang budawan asal Jawa, kelahiran Sumba yang pernah menginjakan kakinya di bumi pancasila ini mengungkapkan, "Ende di tahun 1500-an, pernah menjadi pusat peradaban dan mercusuar bagi bangsa Portugis di Indonesia setelah terjadi eksodus besar-besaran di tanah Flores akibat peperangan di Malaka. Jika di telusuri, kota Ende sangat mirip dengan Malaka tempo dulu. Kota Ende di bangun tahun 1500, sementara New York baru didirikan tahun 1600, artinya 100 tahun sebelum New York kota Ende sudah muncul dan menjadi primadona". Ungkapnya. Oleh Karena itu, berbanggalah kalian anak muda asal Ende. Kalian harus berbuat sesuatu yang terbaik untuk Ende. Cetusnya lagi!!

Di sisi lain, Ende merupakan kota pertama satu-satunya di Indonesia yang memproduksi Kamus bahasa Indonesia tahun 1923 versi Percetakan Nusa Indah, dan kamus Lio - Jerman tahun 1938 oleh Pastor Paul Arndt SVD yang kala itu bertugas di seminari Todabelu - Mataloko. Karena itu, tak dapat ditampik sejarah telah menjawab bahwa ketika diasingkan di Ende, Bung Karno sangat rajin mengunjungi percetakan nusa indah hanya untuk sekedar membaca buku-buku hasil dari percetakan tersebut.

"Tanpa Ende, mungkin republik ini tidak pernah ada", Ungkap Raldy Doy, seorang warga Ende dan wartawan senior tvone yang hadir pada acara diskusi tersebut.

Ikatan emosional Bung Karno dengan warga Ende sangat kuat karena terdorong oleh rasa kepedulian yang sangat besar terhadap pola dan tata cara hidup masyarakat sekitar, sehingga beliau terinspirasi dengan sistem gotong royong dan toleransi beragama masyarakat Ende. Masa-masa pembuangan Bung Karno di Ende tahun 1934-1938 merupakan masa penemuan dan pemurnian jati diri menuju kematangan menjadi seorang pemimpin besar, hingga pada akhirnya beliau menemukan 5 butir mutiara yang menjadi dasar negara. Bung Karno, sangat mengilhami Ende, begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan reallitas tersebut, seyogyanya kabupaten Ende harus menjadi model dan contoh bagi daerah-daerah lainnya ditanah air dalam kehidupan bertoleransi antar sesama umat beragama serta suku, ras dan antar golongan. Karena Ende merupakan miniatur Indonesia yang di dalamnya terdapat beberapa kultur budaya berbeda tapi satu ikatan dengan tradisi toleransi serta gotong royong sebagai perekat.

Di tempat terpisah, penguatan argumen tentang model hidup toleransi Indonesia ini juga muncul dari Prof. Dr.Stefanus Djawanai, MA kepada RRI dihotel Grand Wisata Ende pada acara dialog budaya penggalian nilai sejarah,  kearifan lokal, seni dan budaya ende-lio Flores dalam rangka diseminasi dan program public beberapa waktu silam. Acara tersebut juga dihadiri Prof. Dr. Stefanus Djawanai,MA,  dan beberapa nara sumber diantaranya Prof. Dr.Aron Meko Mbete dari Universitas Udayana, Prof. Dr.Felysianus Sanga, M.Pd dari Undana Kupang,  Dr. Ignas Kleden dari Jakarta serta dihadiri oleh berbagai komponen masyarakat didaerah ini baik pemerhati dan pelaku budaya, tokoh agama, tokoh masyarakat serta undangan lainnya. Beliau menjelaskan, bahwa dalam konsep Ende sebagai kota model kehidupan bertoleransi antar umat beragama, berbangsa dan bernegara, Ende harus menjadi pilot model toleransi bagi daerah-daerah lainnya ditanah air.

Karena itu berdasarkan acuan tersebut, pemerintah daerah harus menyediakan sarana peribadatan dari 5 agama yang diakui oleh Negara dalam satu komplek. Menurut beliau, konsep itu juga terinspirasi dengan pemikiran Bung Karno ketika dibuang ke Ende pada tahun 1934 hingga 1938. Apa saja yang dilihatnya, apa saja yang didengarnya, apa saja yang diperbuatnya, maka muncullah gagasan besar melalui butir-butir yang terkandung dalam 5 sila yang kita kenal hingga saat ini dengan nama pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Indonesia. Dan karena itu, sila pertama pancasila "Ketuhanan Yang Maha Esa" sengaja dicantumkan menjadi dasar negara, yang mana "Esa" merupakan hasil akumulasi permenungan paling spektakuler dari bahasa setempat, yang berarti; "Satu, Tunggal".

Berdasarkan pemikiran besar dari sang proklamator tersebut, maka dalam kehidupan sehari-hari kita wajib menjunjung tinggi harmonisasi kehidupan diri dengan alam, sesama, nenek moyang, budaya, serta Tuhan sebagai penyelenggara kehidupan.

Oleh sebab itu,  apa yang direncanakan oleh pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan yaitu menyiapkan 10 titik atau area yang akan dijadikan miniatur tempat-tempat peribadatan sebagai simbol dari toleransi kehidupan umat beragama di daerah ini patut didukung oleh semua komponen masyarakat di daerah ini. Agar dengan adanya sarana dan prasaran dalam satu komplek kita mau menunjukan kepada generasi muda kita bagaimana hidup toleransi antar sesama umat beragama di Kabupaten Ende..--

Info.Forgema/JKT/RED--

ENDE MEMILIKI SEJARAH POTENSI DAN PRESTASI


Dengan ditunjukannya KPPN Ende sebagai tempat Soft Launching KPP percontohan tahap VI lingkup Kantor Wilayah Direktorat jenderal Perbendaharaan Propinsi NTT menunjukan bahwa Kabupaten Ende memiliki sejarah,  potensi dan prestasi yang membanggakan.  Hal itu disampaikan Bupati Ende Drs.Don Bosco M.Wangge,M.Si pada acara soft launching KPPN percontohan  di Ende.

Dijelaskannya KPPN Ende yang mempunyai wilayah tugas meliputi Kabupaten Ende,  Sikka dan Nagekeo memiliki peran strategis dalam menyalurkan dana APBN yang memiliki peran sigfinikan dalam menggerakan perekonomian Kabupaten Ende dan sekitarnya.

Menurutnya melalui semangat clean  government dan good governance yang di usung dalam pembentukan KPPN percontohan, diharapkan pelayanan KPPN Ende kepada staekholder dapat ditingkatkan.

Bupati Wangge menambahkan Ditjen perbendaharaan melalui KPPN memiliki komitmen untuk melakukan transfer knowledge bidang pelaksanaan anggaran sehingga perlu didukung oleh semua satker dengan bersungguh-sungguh untuk terus belajar sehingga secara bersama-sama mewujudkan pengelolaan keuangan Negara yang bersih dan bertanggungjawab.

Bupati Wangge mengharapkan agar KPPN Ende dan satuan pemerintahan pusat maupun satuan kerja pemerintah daerah senantiasa meningkatkan kinerja melalui kerja sama, komunikasi dalam suasana dan lingkungan yang saling menghormati.// RRI Ende ( Herry E)

RENCANA REVITALISASI SITUS BUNG KARNO DI ENDE



Minggu, 11 november 2012
Oleh: Marlin Bato

Kemarin, sabtu 10 november 2012, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan "Focus Group Discussion Diseminasi Draft Master Plan Kawasan Bersejarah Bung Karno Di Ende" di hotel Ibiis Arcadia Jl. KH. Wahid Hasyim Jakarta Pusat.

Acara tersebut Dihadiri oleh Staff khusus Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Menkokesrah, Menparekraft, Staff Museum Arsip Nasional, Yayasan Ende Flores, Ikatan Alumni Ndao Jakarta (ILUNDA), Komunitas Wuamesu Jakarta serta Forum Generasi Muda Ende Jakarta (FORGEMA) dan kalangan akademisi dari Universitas Indonesia serta Universitas Gajah Mada.

Dalam diskusinya, salah satu staff Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Djoko R) memaparkan sejumlah rencana strategis dan pengembangan kawasan cagar budaya Bung Karno di Ende menjadi kawasan wisata budaya skala internasional.

Namun beliau mengeluhkan mencuatnya issu bahwa ada sejumlah oknum warga Kab. Ende yang memanfaatkan rencana tersebut untuk mematok lahan-lahan mereka dengan nilai ganti rugi sebesar Rp. 5 juta permeter. Ia berharap semoga hal ini tidak terjadi agar rencana revitalisasi situs Bung Karno di Ende berjalan dengan baik.

Sejumlah arsitek terbaik dikerahkan juga untuk membantu merancang proyek ini. Taufik Rahman, salah satu budayawan yang hadir di acara tersebut mengemukakan agar rencana revitalisasi tersebut tetap mengacuh pada kearifan lokal masyarakat Ende Lio, seperti corak dan arsitektur bangunan yang akan dirancang sehingga tidak menghilangkan keasliannya.

Taufik Rahman berharap agar masyarakat lingkar kawasan situs Bung Karno turut terlibat dan berperan aktif membantu, termasuk memberikan sumbang saran dan mengawal kalancaran proyer besar tersebut.

Info.JKT/RED

Sabtu, 10 November 2012

MANAJEMEN RSUD ENDE HARUS MENGELUARKAN BIAYA TAMBAHAN

Untuk mengantisipasi ketiadaa oksigen di rumah sakit,  manajemen RSUD Ende harus mengeluarkan biaya tambahan diluar perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal itu disampaikan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)  Kabupaten Ende dr.Yayik Prawita Gati,S.pM pada rapat gabungan komisi DPRD Ende diruang rapat gabungan komisi DPRD Ende Rabu diEnde.

Dijelaskannya dalam masa penantian beberapa komponen peralatan yang harus didatangkan dari Jerman pada mesin oksigen yang rusak,  manajemen harus mengelurakan biaya tambahan untuk membeli tabung oksigen diluar perencaan sebelumnya. Menurutnya tabung yang harus dibeli sebanyak 321 tabung oksigen dengan harga pertabungnya 350 ribu rupiah pertabung sehingga total biaya yang harus dikeluarkan sebesar 112 juta 350 ribu rupiah.

Dokter Yayik menambahkan beberapa tabung oksigen itu harus didatangkan dari Bajawa dan Maumre karna stok tabung oksigen di Ende sangat terbatas,  dikataknnya  saat ini beberapa komponen peralatan yang didatangkan dari Jerman sudah berada di Ende sejak tanggal 13 Oktober lalu dan saat ini sementara dipasang oleh teknisi //  RRI Ende ( Herry E)

Jumat, 09 November 2012

LIMA FRAKSI DPRD KABUPATEN ENDE DORONG BENTUK PANSUS

Info: RRI ENDE

Lima dari tujuh Fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-DPRD Kabupaten Ende mendorong lembaga DPRD Kabupaten Ende agar segera membentuk  Panitia khusus-Pansus pengadaan obat-obatan di Rumah Sakit Umum Daerah-RSUD Ende yang disinyalir merugikan pasien jamkesmas maupun jamkesda  didaerah ini.

Kelima fraksi yang mendorong agar segera membentuk panitia khusus terkait pengadaan obat-obatan yang ada di RSUD Ende masing-masing Fraksi PDIP,  Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PAN dan Fraksi Kebangkitan Bangsa.  Hal itu disampaikan Ketua Fraksi PDIP DPRD Kabupaten Ende Yustinus Sani, kepada RRI dikantor DPRD Kabupaten Ende di Ende.  Dijelaskannya pertimbangan yang paling mendasar sehingga mayoritas fraksi yang ada di DPRD mendorong lembaga agar segera membentuk panitia kusus-pansus pengadaan obat-obatan yaitu keluhan masyarakat khususnya pasien jamkesmas dan jamkesda yang ada didaerah ini.

Menurutnya pada saat pasien jamkesmas maupun jamkesda membeli obat sesuai resep dokter pada apotik yang ada dirumah sakit namun kenyataanya banyak obat yang tidak tersedia di apotik rumah sakit sehingga diarahkan untuk membeli obat di apotik luar dengan harga yang cukup mahal. Dikatakanya yang menjadi pertanyaan dimanakanh tanggung jawab Askes dan pihak rumah sakit dalam memberikan jaminan terhadap pasien jamkesmas maupun jamkesda yang ada daerah ini yang bebas dari biaya perawatan termasuk biaya obat-obatan.

Yustinus Sani menambahkan tujuan lain dari pembentukan panitia khusus tersebut termasuk persiapan manajeman RSUD yang transparan dan terbuka menuju pengalihan status RSUD ende menjadi Badan Layanan Umum (BLU)  karena selama ini masyarakat terutama pasien jamkesmas dan jamkesda  keluhkan mahalnya obat yang dibeli pada apotik diluar rumah sakit sehingga terkesan pemerintah dan Askes melepas tanggung jawab terhadap pasien jamkesmas dan jamkesda yang ada. Pembentukan panitia khusus juga demikian Yustinus Sani bukan untuk mencari siapa salah dan benarnya tapi mencari benang kusutnya kemudian meluruskan kembali sehingga masyarakat tidak dijadikan korban terus menerus. // RRI Ende (Herry E)